Laman

Minggu, 22 Januari 2012

Malam yang manis... :)

Sabtu, 21 Januari 2012

Hari ini adalah salah satu hari terbaik dalam hidupku... hihi...

Di awal pagi,merencanakan badminton namun gagal... Yang kata inez hanyalah modus... Haha...

Siangnya, alhamdulillah ada order tiket XXI seperti biasa.. Weekend selalu penuh rezeki... :) Beli kemudian delivery, trus nyoba masuk ke Giant yang barusan opening di karang ayu...

Sore dikit, ashar bareng anak2 rohis di masjid ash shomad... Trus maen ke 30,yg bsk mau tampil di Loptasika... Dan di sore itu juga, iseng ngajak ke semawis.. Mumpung imlek pasti rame pikirku... Hehe... Ehh gayung bersambut... Berbunga2lah hatiku.. Haha..

Siap2.. Maghriban di masjid dan lalu.. Hujan turun... Hikksssss...
Namun, tetap positive... anggap saja Allah sedang menyapa... Hehe... Luar biasanya.. Tidak ada pembatalan rencana, yang sudah2..sering batal salah satunya karena hujan coyy.. Malam ini berbeda rupanya.. Meski udah pasrah saat itu.. Haha..

Lumayan terang, langsung tancap gas.. Berangkatlah kita.. Namun, hujan kembali menyapa di tengah jalan.. Berhentilah kita saat itu.. 2 kali.. Pertama, di karangayu u/ pake jas hujan.. Kedua,di halte jalan pemuda..depan yamaha.. Hujan tambah deres kita ngiyup dulu deh.. Ada setengah jam kita ngiyup sembari cerita ngalor-ngidul.. Tema yg sering keluar ya tentang tripnya yg lalu.. Hehe..

Agak terang dikit,set 8an.. Kita mau lanjut perjalanan.. Sedikit dilema, antara tetap ke semawis ato gak.. Akhirnya kita putuskan ke Paragon aja.. Hihi.. Mall gue tuh.. :D Mall penghasil omzet gue maksudnya.. Haha..

Dan begitu masuk mall, tujuan pertama adalah XXI.. Berhubung jam tayangnya ga ada yg pas, ga nonton deh.. Kemudian keluar XXI, dilema lagi, mau ke sour sally ato J.Co.. Akhirnya kita putuskan ke J.Co dengan pertimbangan tempat u/ nongkrongnya lebih oke.. Hihi..

Di J.Co pesen 2 couple froyo, trus cari tmpt duduk yg oke.. Dingin2..malah milih menu yg dingin.. Ga apalah, yg penting obrolannya hangat.. Eaaa... Haha..
Ada satu titik di mana tadi ku sadar kamu itu memang renyah..hihi.. Definisi renyag itu sendiri hanya akau yg paham.. Haha..
Kamu cerita, kamu di panggil temen2mu dengan sebutan "mama".. Klo gitu aku boleh jadi "papa"nya ya??? Hahaha.. Amien... :D

Sesuatu yg langka itu sangat berharga.. Seperti malam ini.. :)

Aku masi ingat, tadi pagi aku nge-twit "gagal-coba lagi, gagal-coba lagi, habiskanlah kegagalanmu..." Ternyata itu juga berlaku u/ kasus ini.. Haha..

Oke.. Intinya.. Malam ini nyata dan sangat manis.. Lebih manis dari keripik oleh2 darimu tadi.. :D

Oya.. Aku nulis ini sambil dengerin "Lebih Indah"nya Adera... Karena malam ini memang jadi lebih indah karena kamu.. Padahal rencana gagal n kehujanan.. Haha..

Salam...
RAH
22012012

Jumat, 20 Januari 2012

"Mencintai Sejantan ALI" - Salim A. Fillah

Di copy dari blog nya Ria

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!

"Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut CINTA"

Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.

Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.. Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali. Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali?
Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.
”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”


Cinta tak pernah meminta untuk menanti.

Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan.

Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.


Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir.

Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut.
’Umar ibn Al Khaththab.
Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.
’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu,
’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata,
”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.

Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah.
”Wahai Quraisy”, katanya.
”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah.
Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”
’Umar adalah lelaki pemberani.
’Ali, sekali lagi sadar.
Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah.
Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.



Cinta tak pernah meminta untuk menanti.

Ia mengambil kesempatan.

Itulah keberanian.

Atau mempersilakan.

Yang ini pengorbanan.


Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.
”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan.



Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya.

Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya.

Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.


Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!”
Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung.
Apa maksudnya?
Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan.
Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar Aliiiii !!!! , kata mereka"
”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua!
Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya.
Itu hutang.

Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang.
Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
’Ali adalah gentleman sejati.
Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel,



“Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”


Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali,

“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu”

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”

Kisah ini disampaikan disini, bukan untuk membuat kita menjadi mendayu-dayu atau romantis-romantisan. Kisah ini disampaikan agar kita bisa belajar lebih jauh dari ‘Ali dan Fathimah bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu

Minggu, 01 Januari 2012

Good Bye 2011

Tak terasa 1 tahun sudah terlewati... 2011... Penuh kenangan dan ukiran sejarah... :)


Di mulai di bulan Januari, di mana mengambil keputusan untuk fokus pada beberapa hal yang kucintai dan menyelesaikan yang tertunda... Pakibra Hexa dan Kuliah... hehehe...


Impian dan Cinta... itulah yang menuntun kita untuk menjalani hidup dan meneruskan kehidupan... Setengah tahun di awal 2011 menjalani dengan penuh arti sembari menggali apa yang sebenarnya aku cari di hidup ini... Perlahan dan pasti kutemukan semuanya... Dan semuanya semakin jelas... Arah dan Tujuan semakin nyata... Kapal ini siap ku nahkodai untuk pergi ke pelabuhan itu... :)


Proses... yap.. nikmati saja semua prosesnya... Hasil akhir memang penting, namun proses juga lebih penting... Dan yang wajib adalah, nikmati setiap proses yang terjadi.


Pembuktian... 2011 memang semacam ajang pembuktian bahwa aku bisa...!!! Mungkin belum maksimal.. Tapi remah-remah roti dan keju itu mulai bermunculan di jalan yang ku tempuh. Dan ini nyata...!!!


Di akhir 2011 semuanya semakin indah dan nyata. Semuanya itu bermula dari impian dan kita mengambil tindakan untuk mewujudkannya. Paskibra Hexa mulai menemukan jalurnya, Kuliah tinggal ngebut skripsi, dan Bisnis pun mulai jalan...


D.U.I.T ====>>> Doa Usaha Ikhtiar Tawakal


Dan di penghujung 2011 semalam, di tutup dengan kenangan indah bersama orang2 yang kusayangi... :D


Good Bye 2011, Terima Kasih untuk waktu yang sangat berharga dan semua pembelajarannya...



Rizka Aldilla Haqq

01012012